It's Me

Foto saya
Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia
just a simple n nice woman ^_^

Sabtu, 20 Desember 2008

BANGSA BAHARI

Tradisi Besar yang di Lupakan

Jauh sebelum kedatangan orang-orang Eropa di perairan Nusantara pada paruh abad XIV, pelaut-pelaut negeri ini telah menguasai laut dan tampil sebagai penjelajah samudra. Kronik Cina dan serta risalah-risalah musafir Arab dan Persia menorehkan catatan agung tentang tradisi besar kelautan nenek moyang bangsa Indonesia.
Serangkaian penelitian mutakhir yang di lakukan Robert Dick-Read (Penjelajah Bahari :Pengaruh Peradaban Nusantara di Afrika,2008) bahkan memperlihatkan fenomena yang mengagumkan . Afrikanis dari London University ini, antara lain
menyoroti bagaimana peran pelaut-pelaut non modern dari wilayah berbahasa Austronesia yang kini bernama Indonesia, meninggalkan jejak peradaban yang cukup signifikan di sejumlah tempat di Afrika.
Para penjelajah laut dari Nusantara di perkirakan sudah menjejakkan kaki mereka di Benua Afrika melalui Mandagaskar sejak masa-masa awal tarikh Masehi. Jauh lebih awal dari pada bangsa Eropa mengenal Afrika selain gurun Sahara-nya dan jauh sebelum bangsa Arab dan Zhirazi dengan perahu dhow mereka menemukan kota-kota Eksotis di Afrika sperti Kilwa,Lamu dan Zanbizar. “Meskipun (para pelaut Nusantara) tidak memberikan catatan dan bukti kongkret mengeni perjalanan mereka, sisa-sisa peninggalan mereka di Afrika jauh lebih banyak dari pada yang di ketahui secara umum,” tulis Dick-Read pada buku terbarunya. Catatan hasil penelitian Dick-Read kian memperkaya khasana literaturt tentang peran pelau-pelaut Indonesia pada masa lampau. Bukti-bukti mutakhir tentang penjelajahan pelaut Indonesia pada abat ke-5 yang di bentangkan Dick-Read makin mempertegas pandangan selama ini bahwa sejak dari 1.500 tahun lalu nenek moyang bangsa Indonesia adalah pelaut sejati.
Jauh sebelum Cheng Ho dan Columbus membuat sejarah pelayaran mereka yang fenomenal, para penjelajah laut Nusantara bisa di katakana sudah melintasi sepertiga bola dunia. Meskipun sejak 500 tahun sebelum masehi oran-orang Cina sudah mengembangkan beragam jenis kapal dalam berbagai ukuran, hingga abad VII kecil sekali peran kapal China dalam pelayaran laut lepas. Jung-jung Cina lebih banyak melayani angkutan sungai dan pantai.Tentang hal ini, Oliver W Wolters (1967) mencatat bahwa dalam hubungan perdagangan melalui laut antara Indonesia dan China- juga antara China dan India Selatan serta Persia--pada abad V-VII, tedapat indikasi bahwa bangsa China hanya menerima pengiriman barang oleh Indonesia. I-Tshing, pengelana dari China yang banyak menyumbang informasi terkait masa sejarah awal Nusantara , secara eksplisit mengakui peran pelaut-pelaut Indonesia . Dalam catatan keagamaan I-Sting (671-695) dari Kanton ke perguruan Nalanda di India Selatan di sebutkan bahwa ia menggunakan kapal Sriwijaya, negeri yang ketika itu menguasai lalu lintas pelayaran di “Laut Selatan”.Dengan kata lain arus perdagangan dan jasa menjelang akhir milenium pertama di “jalur sutra”melalui laut – meminjam istilah arkeolog Hasan Muarif Ambary (alm)- sangat bergantung pada peran pelaut-pelaut Indonesia . Tesis Dick-Read bahkan lebih jauh lagi ,bahwa pada milenium pertama kapal-kapal Kun Lun (baca:Indonesia) sudah ikut terlibat dalam perdagangan di Mediterania.
Masyarakat bahari
Denys Lombard ( Nusa Jawa: Silang Budaya, Jilid 2 ), mengindentifikasikannya sebagai orang-orang laut , sedangkan Dick-Read merujuk ke sumber yang lebih spesifik: orang-orang Bajo atau Bajau Mereka ini semula berdiam di kawasan Selat Malaka, terutama di sekitar Johor saat ini , sebelum akhirnya menyebar ke berbagai penjuru Nusantara , dan pada akhir abad XIV sebagian besar bermukim di wilayah timur Indonesia .Peran yang di mainkan para pelaut Indonesia pada masa silam tersebut terus berlanjut hingga kedatangan orang-orang Eropa di Nusantara. Para penjelajah laut dan pengelana samudra inilah yang membentuk apa yang disebut Adrian B Lapian , ahli sejarah maritim pertama Indonesia sebagai jaringan hubungan masyarakat bahari di Tanah Air.Anthony Reid (sejarah Modern Awal Asia Tenggara, 2004) menyebutkan kelompok masyarakat berbahasa Austronesia ini sebagai perintis yang merajut kepulauan di Asia Tenggara kedalam sistem perdagangan global. Akan tetapi pada abat XVII masyarakat Nusantara dengan budaya maritimnya yang kental itu mengalami kemunduran . Monopoli perdangan dan perlayaran yang di berlakukan oleh kolonial Belanda, walau tidak mematikan , sangat membatasi ruang gerak kapal-kapal pelaut Indonesia. Ironisnya , setelah 63 tahun Indonesia merdeka , setelah PBB mengakui Deklarasi Djoeanda (1957) bahwa Indonesia adalah Negara kepulauan , tradisi besar itu masih saja dilupakan.
Kini kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat nelayan di jumpai di banyak tempat , sementara di sisi lain , kekayaan laut kita terus di kuras entah oleh siapa…
Kompas, Juma’at , 05 Desember 2008